Rabu, 01 Agustus 2018

Drama Skripsi






Alhamdulillahirobilalamin! Akhirnya saya nulis artikel lagi setelah sekian lama tertunda dan update-an yang gak konsisten selama bertahun-tahun (hehe maafkan!). Alasan saya gak konsisten sama nulis artikel selama ini sih karena sibuk sama skripsi dan tugas-tugas lainnya tapi (lagi-lagi) alhamdulillahirobilalamin, skripsi yang saya garap beberapa bulan terakhir telah selesai! (yaay!). Antara senang dan sedih sih ya sebenarnya. Senang karena salah satu tanggungjawab saya kepada orangtua telah usai akan tetapi ada sedikit rasa sedih pula di dalamnya karena saya sudah tidak lagi sepenuhnya menjadi mahasiswa yang harus bulakbalik ke kampus, ngerjain tugas, ketemu teman-teman sekelas dan sebagainya. Dan yak, saya dituntut untuk memperluas zona nyaman saya secepatnya dan cepat berdaptasi dengan status yang baru.

Anyway…. Sesuai dengan judulnya, pada artikel ini, saya akan lebih curhat tentang drama-drama yang berhubungan dengan skripsi. Saya dedikasikan artikel ini kepada kalian-kalian yang sering banget bilang “Beby mah enak ya skripsinya udah selesai”, “Beby mah enak udah sidang”, “Beby mah cepet banget dah ngerjain skripsinya” dan segala hal Beby mah ini, Beby mah itu lainnya.

Okay… jadi saya menggarap skripsi kurang lebih sekitar 8 bulan, dimulai dari 11 November 2017 dan berakhir di 16 Juli 2018. Menurut saya 8 bulan merupakan waktu yang cukup lama dalam penyelesaian skripsi dan di 8 bulan itu sesungguhnya banyak sekali drama-drama yang mungkin gak ke-expose atau gak ke-notice sehingga banyak yang ngerasa perjalanan skripsi saya mulus-mulus aja, padahal mah…. Sakit :’)

Drama pertama dimulai dari dalam diri sendiri yang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan skripsi ini. pada saat itu saya sendiri tidak percaya diri untuk melakukan penelitian terhadap para model seksi karena saya tidak punya link sama sekali untuk bertemu model seksi. Lalu saya pun terbentur oleh adanya stigma yang saya bangun sendiri di kepala tentang identitas mereka sebagai model seksi dan juga munculnya rasa takut bertemu karena merasa bahwa saya hanyalah seorang mahasiswa biasa, bukan suatu identitas yang “wah” dan saya selalu berpikir apakah mereka akan nyaman dengan identitas saya yang berkerudung? Saya sempat berpikir untuk membuka kerudung ketika bertemu dengan para model seksi agar mereka dapat terbuka dengan saya tapi ide tersebut langsung dikubur dalam-dalam setelah saya membicarakan ide tersebut dan disembur habis-habisan oleh orang-orang terdekat saya (maaf Beby khilaf, gak lagi mikir kayak gitu).

Tanggal 11 November 2017 merupakan pertama kalinya saya ketemu informan yang seorang model seksi. Sebelum pertemuan itu terjadi, sebenarnya saya sudah jiper duluan mengingat kalau identitas informan adalah seorang model seksi, ditambah lagi saya takut kalau identitas saya yang berkerudung justru membuatnya tak nyaman dan takut berpikir bahwa saya menemuinya hanya untuk menjelekkan dirinya. Menjadi suatu hal yang miris bahwa saya membicarakan tentang identitas pada skripsi saya tetapi malah mendapatkan berbagai masalah dikarenakan identitas hehe. Dan drama kedua dimulai pada tanggal itu. Saat itu informan pertama mengajak ketemuan di salah satu coffee shop di daerah bilangan Jakarta Barat. To be honest, saya bukan orang yang suka kopi makanya saya gak tau tentang harga-harganya dan segala diskonannya, lalu tiba-tiba sang informan ngajakin ketemuan di coffee shop tersebut dan minta dibelikan 2 buah minuman yaitu coffee latte dan greentea latte! Saya dan kedua teman saya (untungnya wawancara pertama ditemani oleh dua orang teman yang baik hati!) berpikir “lah kok model minum manis-manis sama kopi sampe dua biji gitu yak, kaga takut gendut apa?” dan tau apaaa? Ternyata dia bawa pacarnya dan coffee latte yang ia minta kepada saya ternyata memang dikhususkan untuk si pacar. Yang menyedihkan adalah….. saya gak pernah notice kalo satu coffee shop itu selalu ada promo buy one get one free setiap hari senin pada saat itu jadi saya beli dengan harga normal :’) sudah gitu ketika wawancara telah selesai, sang informan main pergi meninggalkan minuman yang sudah dibelikan tanpa dihabiskan :’) Rasa gusar ini pun menambah ketika kedua teman saya bilang setelah wawancara “Beb, maaf ya. Tadi tuh kita gak ngasih tau Beby gara-gara baru tau kalo ternyata coffee shop nya punya promo buy one get one free. Jadi kita berdua beli Cuma 60ribu beb tapi dapet dua” :’) Dan karena tidak mempersiapkan budget dan tidak memprakirakan akan dimintai jajan akhirnya saya bisa pulang dengan meminjam uang mereka berdua :’) (ku haturkan terimakasih genks).

Tanpa disadari ternyata pertemuan pertama ini malah menjadi suatu kendala bagi saya ke depannya untuk bertemu informan lainnya. Selalu ada perasaan takut dan trauma yang hinggap di diri saya sejak saat itu. Kejadian ini pun akhirnya menyetop diri saya dari berbagai aktivitas perskripsian sampai ke awal tahun 2018.

Drama lainnya adalah penolakan. Yep! Mungkin tema penelitian saya dianggap suatu tema yang menjelek-jelekkan pekerjaan para model seksi padahal mana ada skripsi yang menjelek-jelekan pihak yang ia teliti? Kita dituntut untuk objektif, bukan? Tapi apa yang terjadi? Saya sering sekali kena penolakan yang dapat dibilang kasar, jutek, tidak direspon bahkan ada beberapa calon informan yang secara terus terang minta feedback karena ia menganggap kalau saya akan membocorkan identitas pribadinya.

Selain drama yang didapat dari informan, ada pula drama-drama yang didapat dari dalam kampus. Seperti misalnya, dosen pembimbing saya tipikal dosen yang akan merevisi bila skripsi rampung hingga bab isi terlebih dahulu. Pada saat itu saya sudah menyelesaikan hingga bab penutup dan saya kira, saya akan diberikan sedikit revisi dan di acc pada minggu depannya (pede sekali) dan ternyataa…. Skripsi tersebut harus dirombak dari bab pendahuluan hingga bab isi dan penambahan satu bab tentang penjelasan data yang ditemukan di lapangan :’) yah… Itu merupakan revisi yang cukup banyak dan detail yang pernah saya terima semasa saya kuliah. Setelah direvisi, alih-alih mendapatkan acc, dosen pembimbing saya terus saja memberikan bahan bacaan berbahasa Inggris yang naudzubillah banyaknya. Hingga sampai suatu saat saya berkata jujur bahwa saya sudah sangat mentok dan tidak ada bahan bacaan yang bisa saya masukkan ke dalam skripsi saya.

Sebenarnya, masih banyak drama-drama lainnya yang berhubungan dengan penyelesaian skripsi ini tetapi bila disebutkan semuanya yang ada artikel ini akan sangat panjang. Artikel ini pun ditulis bukan untuk menjelekkan pihak-pihak tertentu, saya hanya ingin mencoba mengingatkan bahwa dibalik “lo enak deh” pasti ada drama-drama, perjuangan, tangis, darah dan keringat (ini lebay) dan sebagainya yang telah seseorang lalui. Every person have their own battle but not all of them expose their battle dan bukan berarti mereka yang tidak mengekspos pertarungannya, tidak memiliki kesulitan sama sekali, tidak. It isn’t wise to said “ah lo enak” because we have same difficulties, struggles, obstacles, time and so on. Jadi, jangan merendahkan diri sendiri dengan kalimat “lo mah enak” karena pada dasarnya kita semua memiliki tantangan yang sama-sama besar dan kemampuan yang sama besarnya. So, please. Please, believe to yourself and passed all obstacles with a big self-confident! Have a good day!     
               

Read More