Alhamdulillahirobilalamin!
Akhirnya saya nulis artikel lagi setelah sekian lama tertunda dan update-an yang gak konsisten selama
bertahun-tahun (hehe maafkan!). Alasan saya gak konsisten sama nulis artikel
selama ini sih karena sibuk sama skripsi dan tugas-tugas lainnya tapi
(lagi-lagi) alhamdulillahirobilalamin, skripsi yang saya garap beberapa bulan
terakhir telah selesai! (yaay!). Antara senang dan sedih sih ya sebenarnya.
Senang karena salah satu tanggungjawab saya kepada orangtua telah usai akan
tetapi ada sedikit rasa sedih pula di dalamnya karena saya sudah tidak lagi
sepenuhnya menjadi mahasiswa yang harus bulakbalik ke kampus, ngerjain tugas,
ketemu teman-teman sekelas dan sebagainya. Dan yak, saya dituntut untuk
memperluas zona nyaman saya secepatnya dan cepat berdaptasi dengan status yang
baru.
Anyway…. Sesuai dengan judulnya, pada
artikel ini, saya akan lebih curhat tentang drama-drama yang berhubungan dengan
skripsi. Saya dedikasikan artikel ini kepada kalian-kalian yang sering banget
bilang “Beby mah enak ya skripsinya udah selesai”, “Beby mah enak udah sidang”,
“Beby mah cepet banget dah ngerjain skripsinya” dan segala hal Beby mah ini,
Beby mah itu lainnya.
Okay…
jadi saya menggarap skripsi kurang lebih sekitar 8 bulan, dimulai dari 11
November 2017 dan berakhir di 16 Juli 2018. Menurut saya 8 bulan merupakan
waktu yang cukup lama dalam penyelesaian skripsi dan di 8 bulan itu sesungguhnya
banyak sekali drama-drama yang mungkin gak ke-expose atau gak ke-notice sehingga
banyak yang ngerasa perjalanan skripsi saya mulus-mulus aja, padahal mah….
Sakit :’)
Drama
pertama dimulai dari dalam diri sendiri yang merasa tidak mampu untuk
menyelesaikan skripsi ini. pada saat itu saya sendiri tidak percaya diri untuk
melakukan penelitian terhadap para model seksi karena saya tidak punya link sama sekali untuk bertemu model
seksi. Lalu saya pun terbentur oleh adanya stigma yang saya bangun sendiri di
kepala tentang identitas mereka sebagai model seksi dan juga munculnya rasa
takut bertemu karena merasa bahwa saya hanyalah seorang mahasiswa biasa, bukan
suatu identitas yang “wah” dan saya selalu berpikir apakah mereka akan nyaman
dengan identitas saya yang berkerudung? Saya sempat berpikir untuk membuka kerudung
ketika bertemu dengan para model seksi agar mereka dapat terbuka dengan saya
tapi ide tersebut langsung dikubur dalam-dalam setelah saya membicarakan ide
tersebut dan disembur habis-habisan oleh orang-orang terdekat saya (maaf Beby
khilaf, gak lagi mikir kayak gitu).
Tanggal 11
November 2017 merupakan pertama kalinya saya ketemu informan yang seorang model
seksi. Sebelum pertemuan itu terjadi, sebenarnya saya sudah jiper duluan mengingat kalau identitas
informan adalah seorang model seksi, ditambah lagi saya takut kalau identitas
saya yang berkerudung justru membuatnya tak nyaman dan takut berpikir bahwa
saya menemuinya hanya untuk menjelekkan dirinya. Menjadi suatu hal yang miris
bahwa saya membicarakan tentang identitas pada skripsi saya tetapi malah
mendapatkan berbagai masalah dikarenakan identitas hehe. Dan drama kedua
dimulai pada tanggal itu. Saat itu informan pertama mengajak ketemuan di salah
satu coffee shop di daerah bilangan
Jakarta Barat. To be honest, saya
bukan orang yang suka kopi makanya saya gak tau tentang harga-harganya dan
segala diskonannya, lalu tiba-tiba sang informan ngajakin ketemuan di coffee shop tersebut dan minta dibelikan
2 buah minuman yaitu coffee latte dan
greentea latte! Saya dan kedua teman
saya (untungnya wawancara pertama ditemani oleh dua orang teman yang baik
hati!) berpikir “lah kok model minum
manis-manis sama kopi sampe dua biji gitu yak, kaga takut gendut apa?” dan
tau apaaa? Ternyata dia bawa pacarnya dan coffee
latte yang ia minta kepada saya ternyata memang dikhususkan untuk si pacar.
Yang menyedihkan adalah….. saya gak pernah notice
kalo satu coffee shop itu selalu ada promo buy
one get one free setiap hari senin pada saat itu jadi saya beli dengan
harga normal :’) sudah gitu ketika wawancara telah selesai, sang informan main
pergi meninggalkan minuman yang sudah dibelikan tanpa dihabiskan :’) Rasa gusar
ini pun menambah ketika kedua teman saya bilang setelah wawancara “Beb, maaf
ya. Tadi tuh kita gak ngasih tau Beby gara-gara baru tau kalo ternyata coffee shop nya punya promo buy one get one free. Jadi kita berdua beli Cuma 60ribu beb tapi dapet dua” :’) Dan
karena tidak mempersiapkan budget dan
tidak memprakirakan akan dimintai jajan akhirnya saya bisa pulang dengan
meminjam uang mereka berdua :’) (ku haturkan terimakasih genks).
Tanpa
disadari ternyata pertemuan pertama ini malah menjadi suatu kendala bagi saya
ke depannya untuk bertemu informan lainnya. Selalu ada perasaan takut dan
trauma yang hinggap di diri saya sejak saat itu. Kejadian ini pun akhirnya
menyetop diri saya dari berbagai aktivitas perskripsian sampai ke awal tahun
2018.
Drama
lainnya adalah penolakan. Yep! Mungkin tema penelitian saya dianggap suatu tema
yang menjelek-jelekkan pekerjaan para model seksi padahal mana ada skripsi yang
menjelek-jelekan pihak yang ia teliti? Kita dituntut untuk objektif, bukan?
Tapi apa yang terjadi? Saya sering sekali kena penolakan yang dapat dibilang
kasar, jutek, tidak direspon bahkan ada beberapa calon informan yang secara
terus terang minta feedback karena ia
menganggap kalau saya akan membocorkan identitas pribadinya.
Selain
drama yang didapat dari informan, ada pula drama-drama yang didapat dari dalam
kampus. Seperti misalnya, dosen pembimbing saya tipikal dosen yang akan
merevisi bila skripsi rampung hingga bab isi terlebih dahulu. Pada saat itu
saya sudah menyelesaikan hingga bab penutup dan saya kira, saya akan diberikan
sedikit revisi dan di acc pada minggu
depannya (pede sekali) dan ternyataa…. Skripsi tersebut harus dirombak dari bab
pendahuluan hingga bab isi dan penambahan satu bab tentang penjelasan data yang
ditemukan di lapangan :’) yah… Itu merupakan revisi yang cukup banyak dan
detail yang pernah saya terima semasa saya kuliah. Setelah direvisi, alih-alih
mendapatkan acc, dosen pembimbing
saya terus saja memberikan bahan bacaan berbahasa Inggris yang naudzubillah
banyaknya. Hingga sampai suatu saat saya berkata jujur bahwa saya sudah sangat
mentok dan tidak ada bahan bacaan yang bisa saya masukkan ke dalam skripsi
saya.
Sebenarnya,
masih banyak drama-drama lainnya yang berhubungan dengan penyelesaian skripsi
ini tetapi bila disebutkan semuanya yang ada artikel ini akan sangat panjang.
Artikel ini pun ditulis bukan untuk menjelekkan pihak-pihak tertentu, saya
hanya ingin mencoba mengingatkan bahwa dibalik “lo enak deh” pasti ada
drama-drama, perjuangan, tangis, darah dan keringat (ini lebay) dan sebagainya
yang telah seseorang lalui. Every person
have their own battle but not all of
them expose their battle dan bukan berarti mereka yang tidak mengekspos
pertarungannya, tidak memiliki kesulitan sama sekali, tidak. It isn’t wise to said “ah lo enak” because we have same difficulties,
struggles, obstacles, time and so on. Jadi, jangan merendahkan diri sendiri
dengan kalimat “lo mah enak” karena pada dasarnya kita semua memiliki tantangan
yang sama-sama besar dan kemampuan yang sama besarnya. So, please. Please, believe to yourself and passed all obstacles with a
big self-confident! Have a good day!